Rabu, 28 Desember 2016

KISAH INSPIRATIF

MENGGAPAI ASA DENGAN MENGENAL TUHAN BERSAMA BIDIKMISI
Lina Dwi Puryanti
Semester III Bimbingan dan Konseling Islam
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri Purwokerto
Email: dwilinapwt@gmail.com

Terlahir di Desa Purwadadi, Karangkobar Banjarnegara 1998, perempuan bernama Lina Dwi Puryanti mungkin masih asing terdengar ditelinga kita. Tercatat sebagai mahasiswa bidikmisi IAIN Purwokerto nampaknya memiliki pengaruh yang cukup besar dalam dunia pendidikan bahkan cara berfikirnya. Sejak kecil, perempuan yang terlahir dari keluarga sederhana itu sudah dibiasakan hidup serba pas-pasan hingga memaksanya untuk membuat usaha kecil-kecilan, saat SMP dia jualan pulpen, buku tulis dan alat tulis lainnya, saat SMK jualan pulsa, bros, jepit dan roti bahkan beberapa kali di sela-sela liburan sekolahnyaa disempatkan bekerja di suatu perusahaan makanan di Purbalingga waktu itu. 

Dia memang tergolong cukup aktif di berbagai kegiatan di sekolahnya seperti OSIS, pramuka, jurnalistik, paduan suara, dan vocal group. Nampaknya perjalanan jauh dari tempat tinggalnya yang mengharuskan jalan kaki sejauh 3 km menuju sekolahnya tidak menjadi beban baginya. Meski sesekali sempat menangis kesal sendiri di tengah perjalanannya karena sakit, hujan, takut telat atau karena merasa tidak ada yang peduli dengan nasibnya itu. Dia memang tergolong anak yang cengeng, kadang-kadang menangis juga ketika dimarahi orangtuanya karena kepergok jam 02:00 pagi masih belajar. 

Singkat cerita, Lina adalah seorang yang sangat pekerja keras dalam menempuh pendidikannya mulai dari SMP hingga saat ini ia tercatat sebagai mahasiswa Bimbingaan dan Konseling Islam IAIN Purwokerto. Ternyata bukan hal yang mudah bagi sosok Lina dalam mendapat beasiswa Bidikmisi. Dia memang ingin sekali bisa menjadi sarjana karena baginya saat itu tentu akan mudah membantu meningkatkan perekonomian keluarganya setelah menjadi seorang sarjana. 
Awal cerita, hanya modal nekat yang menjadi bekal dia untuk melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan dengan tekad yang kuat dia berusaha mendaftar di berbagai Universitas. Al hasil, dari 6 perguruan tinggi dengan 12 kali mendaftar dan 6 kali mengikuti ujian tertulis hanya dua yang diterima hingga akhirnya dia memilih di IAIN Purwokerto. Perjalannya itu tidak semudah yang dibayangkan. Dia harus bolak balik sendiri dari Purbalingga-Banjarnegara-Yogyakarta atau Purbalingga-Banjarnegara-Purwokerto untuk mengikuti ujian tulis karena saat itu dia sambil bekerja untuk meringankan beban orang tua dalam usahnya mendaftar perguruan tinggi. Setelah dinyatakan diterima di IAIN Purwokerto, ternyata itu bukan akhir dari perjalanan perjuangannya. Dia harus memutar otak bagaimana dia harus mendapatkan beasiswa karena seperti yang penulis katakan bahwa dia masuk perguruan tinggi hanya modal nekat dan tekad yang kuat saja. 
Di tengah perjuangannya, ternyata tak semulus yang dia bayangkan. Banyak keluarga yang kurang mendukung dia untuk melanjutkan ke perguruan tinggi dengan alasan yang cukup membuatnya merasa sakit hati. Pamannya berkata kepadanya “buat apa kuliah kalo ujung-ujungnya perempuan ya jadi Ibu rumahtangga, lulus langsung nikah ya percumah”, dilanjutkan oleh kakak simbah berkata “lah masa iya mau kuliah, kakaknya saja lulus MA langsung nikah. Paling-paling dia juga gitu”, ditambah lagi oleh tetangga-tetangganya banyak yang berkata “percumah kuliah kalo ujung-ujungnya nganggur seperti yang sudah-sudah” ada juga yang berkata “apa iya seorang penjual tempe mampu membiayainya?”. Walaupun banyak juga yang tidak mendukung dia, itu tidak dijadikan dia untuk berputus asa, palah itu menjadikan dia semakin bersemangat untuk membuktikan kepada mereka bahwa dia tidak seperti yang mereka katakan. Hingga pada akhirnya perjuangannyapun terjawab oleh Tuhan, dia mendapat Beasiswa Bidikmisi hingga mampu bertahan melanjutakan kuliah hingga saat ini. 

Sejauh perjalanannya di dunia pendidikaan dari SD hingga SMK dia merasa hambar oleh kasih sayang Tuhannya yakni Allah SWT, karena dia sendiri merasa tidak dekat dengan-Nya. Bagaimana bisa dekat? Sedangkan waktunya hanya disibukkan untuk mencari pengalaman dan pengetahuan tanpa melibatkan sang pencipta dalam usahanya? Mencari kebahagiaan tanpa melibatkan Sang Pemilik Kebahagiaan dalam usahanya? Shalat hanya sekedar shalat, puasa sekedar puasa, meminta sekedar meminta, tidak meniatkan segala sesuatu karenaNya dan tidak pernah mengagungkan-Nya. 

Saat ini dia tinggal di Pondok Pesantren Al Qur’an Al Amin Pabuwaran, dia baru menyadari bahwa selama ini mengapa dia begitu kesusahan dalam menggapai mimpinya? itu karena dia tidak dekat bahkan tidak mengenal Tuhannya sendiri. Dia juga baru menyadari bahwa kebahagiaan hakiki tidak akan pernah dimiliki seseorang manakala dia tidak mengenal dirinya dan Tuhannya. Menjadi mahasiwa IAIN Purwokerto telah mengantarkannya kepada ranah itu dan menurutnya menjadi mahasiswa bidikmisi adalah salah satu cara-Nya agar dia mampu istiqomah untuk selalu berusaha mengenal dan mengingat-Nya dalam segala aktifitas. Saat ini dia juga begitu yakin bahwa ketika melakukan segala sesuatu di jalan-Nya dengan cara yang benar dan meniatkan semat-mata hanya karena-Nya maka Allah akan senantiasa memudahkan setiap langkah kita, termasuk menuju suatu kesuksesan dan kebahagiaan hakiki. 

Semangat Berjuang dan Salam Prestasi !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar